SKMA (Sekolah Kehutanan Menengah Atas) adalah sebuah sekolah yang aneh. Sekolah ini adalah kejuruan setingkat SLTA yang dulunya berada di bawah Departemen Kehutanan. Ya kira-kira sama dengan pesantren yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Saya lulus dari SKMA Kadipaten tahun 1997. Pada saat itu, seluruh Indonesia hanya ada lima SKMA, yaitu SKMA Kadiapten, SKMA Samarinda, SKMA Pekanbaru, SKMA Ujungpandang, dan SKMA Manokwari. Menurut banyak alumninya, SKMA adalah sekolah yang aneh. Keanehan SKMA bukan karena ada mejik ataupun hal-hal mistis di dalamnya.
Keanehan SKMA yang pertama adalah bahwa alumni SKMA memiliki ikatan batin yang kuat. Tidak peduli apakah saling mengenal ataupun tidak, jika bertemu dengan sesama alumni SKMA mana saja rasanya sudah mengenal lama. Panggilan Kakak dan Adik pun akan meluncur begitu saja ketika tahu yang dihadapi adalah alumni SKMA. Jiwa korsa yang selalu ditekankan selama pendidikan sudah mendarah daging dalam diri alumni.
Kedua, alumni SKMA menyebar seperti virus. Meskipun jumlah sekolah hanya sedikit, tetapi penyebarannya menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia. Di mana pun ada pemerintah/swasta yang berhubungan dengan kehutanan, di situlah alumni SKMA hidup. Bagaikan virus yang berkembang biak, maka alumni SKMA bisa ‘menarik’ siapa saja menjadi bagian dari keluarga besar SKMA. Jika menikah, maka istri dan anak-anak bahkan mertua pun dijadikannya keluarga SKMA. SKMA telah memberikan kemampuan survive dan adaptasi yang tinggi untuk “betah” hidup di mana saja.
Ketiga, SKMA telah memberikan kemampuan non-akademis yang langka bagi alumni-alumninya. Banyak alumni yang pandai berbahasa daerah lain, pandai ilmu kanuragan, pandai menjadi pawang binatang, pandai menjadi seniman, pandai berorganisasi dan bergaul dengan siapa saja, dan yang sangat penting, SKMA telah memberikan kepercayaan diri yang luar biasa untuk membentuk alumni yang siap diberi tugas apa saja.
Keempat, hanya SKMA bisa ‘mengawinkan’ kekerasan dan persaudaraan begitu erat. Intimidasi dan kekerasan fisik selama sekolah tidak pernah meninggalkan luka dan dendam. Jadi teringat kasus-kasus STPDN/IPDN yang sering mengakibatkan luka fisik/batin dan bahkan kematian. Di SKMA, kekerasan dan intimidasi seolah menjadi pemanis pendidikan. Sepertinya senior-senior SKMA tahu bagaimana caranya memukul, menampar, dan bagian tubuh junior mana saja yang aman dihajar. Hanya di SKMA senior-senior yang ‘jahat’ dan bengis bisa menjadi Kakak alumni yang paling baik terhadap juniornya.
Kelima, hanya SKMA yang membuat alumni-alumninya seolah lebih bangga sebagai alumni SKMA dibandingkan dengan alumni lain yang lebih tinggi. Banyak alumni SKMA yang sudah menyelesaikan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi, sarjana, master atau bahkan doktor. Tetapi jika ditanya alumni mana, maka yang keluar duluan adalah alumni SKMA. Saya juga adalah alumni Fakultas Kehutanan UGM, dan juga alumni University of New England Australia. Tetapi saya lebih bangga menjadi alumni SKMA.
Tentu masih banyak keanehan-keanehan yang lainnya yang mungkin terlewatkan saya sebutkan. Yang jelas SKMA is the best lah.